Secara umum manajer menengah (middle manager) adalah
lapisan manajerial di dalam organisasi perusahaan yang berada di bawah manajer
puncak tapi di atas penyelia (supervisor) dan tenaga profesional. Karena
posisi yang demikian maka menurut teori fungsi mereka amat penting, yakni
sebagai jembatan antara manajemen puncak yang membuat keputusan strategis
dengan jaringan operasional di bawahnya.
Itulah sebabnya, manajer menengah memiliki peran yang cukup penting. Sebab para manajer menengahlah yang menjadikan keputusan strategi penentu kebijakan disuatu organisasi bisnis bisa dilaksanakan sesuai dengan capaian yang telah ditetapkan. Selain itu, mereka juga memberikan masukan puncak sebelum menyusun keputusan strategis.
Berdasarkan posisinya itulah, manajer menengah juga berperan sebagai sumber informasi primer bagi manajemen puncak. Terutama menyangkut informasi tentang perusahaan. Atas dasar ini pula, masih menurut Hady, maka peran manajer menengah tak bisa dihilangkan meski informasi telah berkembang menjadi sedemikian canggih.
Kehadiran manajer menengah biasa terdapat di perusahaan yang telah berkembang menjadi besar. Sebab pada tingkat perkembangan tertentu manajer puncak tidak akan mampu menanggung lagi beban pekerjaan. Definisi ini mungkin agak kurang pas karena perusahaan tidak berkembang tunggal tapi ada yang juga beranak pinak, sehingga pengertian manajer menengah tidak sekadar menggantikan manajer puncak.
Seperti terjadi di sebuah kelompok usaha yang punya perusahaan afiliasi, seorang direktur di anak perusahaan atau startegic business unit (SBU) juga disebut manajer menengah. Begitupun dengan direktur yang hanya membawahkan beberapa perusahaan dalam satu divisi biasa disetarakan dengan sebutan manajer menengah.
Masih berkaitan dengan posisinya yang 'terjepit' diantara karyawan dengan pimpinan puncak, seorang manajer menengah mesti memiliki wawasan maupun pengetahuan yang luas, disamping kemampuan manajerial.
Sebagai sumberdaya manusia dengan kualifikasi sebagai pemimpin, sehingga perlu dimaksimalkan. Kalau mereka tak dioptimalkan maka kerja perusahaan menjadi tidak efisien, artinya terjadi biaya mahal dan muaranya konsumen harus membeli 'produk' dengan mahal dan ujungnya lagi harga mahal adalah satu titik pada lemah dalam persaingan.
Perkembangan dunia bisnis sekarang ini semakin meneguhkan arti penting dan strategisnya peran manajer menengah. Selain semakin menonjolnya peran para manajer, kecenderungan ini juga ditandai oleh berkembangnya organisasi bisnis menjadi organisasi yang pipih katimbang berbentuk kerucut
Peran penting lainnya manajer menengah yang tak bisa dianggap enteng adalah sebagai sumber perubahan. Jika pemimpin puncak lebih berperan menetapkan visi perusahaan, , manajer menengahlah yang justru sebagai pendorong perubahan. ''Tugas mereka ini adalah mengubah mindset (paradigma), behaviour (prilaku) dan skill (keahlian). Inti dari ketiganya adalah keteladanan dari bagaimana menjalankan perubahan,
Itulah sebabnya, manajer menengah memiliki peran yang cukup penting. Sebab para manajer menengahlah yang menjadikan keputusan strategi penentu kebijakan disuatu organisasi bisnis bisa dilaksanakan sesuai dengan capaian yang telah ditetapkan. Selain itu, mereka juga memberikan masukan puncak sebelum menyusun keputusan strategis.
Berdasarkan posisinya itulah, manajer menengah juga berperan sebagai sumber informasi primer bagi manajemen puncak. Terutama menyangkut informasi tentang perusahaan. Atas dasar ini pula, masih menurut Hady, maka peran manajer menengah tak bisa dihilangkan meski informasi telah berkembang menjadi sedemikian canggih.
Kehadiran manajer menengah biasa terdapat di perusahaan yang telah berkembang menjadi besar. Sebab pada tingkat perkembangan tertentu manajer puncak tidak akan mampu menanggung lagi beban pekerjaan. Definisi ini mungkin agak kurang pas karena perusahaan tidak berkembang tunggal tapi ada yang juga beranak pinak, sehingga pengertian manajer menengah tidak sekadar menggantikan manajer puncak.
Seperti terjadi di sebuah kelompok usaha yang punya perusahaan afiliasi, seorang direktur di anak perusahaan atau startegic business unit (SBU) juga disebut manajer menengah. Begitupun dengan direktur yang hanya membawahkan beberapa perusahaan dalam satu divisi biasa disetarakan dengan sebutan manajer menengah.
Masih berkaitan dengan posisinya yang 'terjepit' diantara karyawan dengan pimpinan puncak, seorang manajer menengah mesti memiliki wawasan maupun pengetahuan yang luas, disamping kemampuan manajerial.
Sebagai sumberdaya manusia dengan kualifikasi sebagai pemimpin, sehingga perlu dimaksimalkan. Kalau mereka tak dioptimalkan maka kerja perusahaan menjadi tidak efisien, artinya terjadi biaya mahal dan muaranya konsumen harus membeli 'produk' dengan mahal dan ujungnya lagi harga mahal adalah satu titik pada lemah dalam persaingan.
Perkembangan dunia bisnis sekarang ini semakin meneguhkan arti penting dan strategisnya peran manajer menengah. Selain semakin menonjolnya peran para manajer, kecenderungan ini juga ditandai oleh berkembangnya organisasi bisnis menjadi organisasi yang pipih katimbang berbentuk kerucut
Peran penting lainnya manajer menengah yang tak bisa dianggap enteng adalah sebagai sumber perubahan. Jika pemimpin puncak lebih berperan menetapkan visi perusahaan, , manajer menengahlah yang justru sebagai pendorong perubahan. ''Tugas mereka ini adalah mengubah mindset (paradigma), behaviour (prilaku) dan skill (keahlian). Inti dari ketiganya adalah keteladanan dari bagaimana menjalankan perubahan,
Motivasi sebagai “proses
psikologikal yang yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya dan terjadinya
persistensi kegiatan sukarela yang diarahkan kearah tujuan tertentu”
Motivasi sebagai “kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi untuk mencapai
tujuan-tujuan organisasi yang dikondisi oleh kemampuan upaya demikian untuk
memenuhi kebutuhan individual tertentu” Motivasi adalah “hasil
proses-proses yang bersifat internal atau eksternal bagi seorang individu yang
menimbulkan sikap entusias dan persistensi untuk mengikuti arah tindakan
tindakan tertentu” TEORI MOTIVASI
Menurut Landy &
Becker (1987) teori motivasi dikategorikan dalam 5 macam yaitu : teori
kebutuhan (need theory), teori keadilan (equity theory), teori
ekpektansi (expectancy theory) dan teori penetapan tujuan (goal-setting
theory)
SIFAT-SIFAT MANUSIA
- Sebuah fenomin individual-masing-masing individu bersifat unik dan fakta tersebut harus diingat pada riset motivasi.
- Motivasi bersifat intensional-apabila seseorang karyawan melaksanakan suatu tundkaan maka hal tersebut disebabkan karena orang tersebut secara sadar telah mimilih tindkaan tersebut.
- Motivasi memiliki macam-macam fase-para periset telah menganalisis berbagai macam aspek motivasi dan termasuk didalamnya bagaimana motivasi tersebut ditimbulkan, bagaimana ia diarahkan dan pengaruh apa menyebabkan timbulnya persistensinya dan bagaimana motivasi dapat dihentikan
- Tujuan teori motivasi adalah memprediksi prilaku-perlu ditekankan perbedaan-perbedaan antara motivasi, prialku dan kinerja. Motivasi penebab prialku, andaikata prialku tersebut efektif, maka akibatnya adalah berupa kinerja tinggi (Mitchell, 1982:88)
SEPULUH MOTIVATOR KERJA
- Pemerkaya jabatan (job enrichment) dan rotasi kerja
- Partisipasi
- Manajemen berdasarkan hasil
- Manajer penggandaan
- Kekuatan fikiran
- Hubungan manusia yang realistis
- Lingkungan kerja dimana pekerjaan dilaksanakan
- Jam kerja yang fleksibel
- Kritik efektif
- Tiada kesalahan sama sekali
MENURUNNYA SEBUAH
MOTIVASI
Kekuatan sebuah motivasi
cenderung menyusut apabila terpenuhi atau terhalangi dalam pemenuhannya yang
antara lain :
- Kebutuhan yang sudah dipenuhi, bukan lagi sebuah motivator prilaku
- Pemenuhan kebutuhan yang terhalangi akan pencapaian kepuasannya.
- disonansi kognitif (motiv yang terhalangi dan prilaku penyeusian yang terus menerus tidak berhasil dapat menyebakan timbulnya bentuk-bentuk prialaku penyesuaian yang tidak rasional)
- Frustasi (dihalanginya pencapaian tujuan bisa menyebabkan frustasi dengan prilaku seperti agressi, regresi, fiksasi dan resignasi)
- Rasionalisasi (mengemukakan dalih-dalih karena ketidakmampuannya)
- Regresi (tidak berprilaku sesuai dengan umur)
- Fiksasi (apabila seseorang terus menerus memperlihatkan pola prilaku sama, terus menerus, walaupun pengalaman menunjukan bahwa hal tersebut tdiak memberikan hasil apa-apa)
- resignasi/apati (frustasi dalam jangka waktu lama dan kehilangan harapan sehingga menarik diri dari kenyataan.
Fungsi fundamental ke tiga dalam perusahaan setelah menata
perencanaan dan pengorganisasian adalah bagaimana cara menggerakan manusia
secara sukarela untuk melakukan aktiftas personal yang sesuai dengan tujuan
perusahaan. "Menggerakan merupakan usaha untuk menggerakan anggota
kelompok sedemikian rupa sehingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk
mencapai sasaran perusahaan yang bersangkutan dan anggota perusahaan tersebut
oleh karena anggota itu ingin mencapai sasaran tersebut"
Menurut McGregor berpendpat bahwa ada premis dasar yang
merupakan pandangan yang berlawanan dalam bentuk teori x dan teori y dengan
Ciri-ciri teori X adalah berasumsi :
- kebanyakan pekerja yang bekerja pada suatu perusahaan bekerja sedikit mungkin dan mereka umumnya menentang perubahan.
- kebanyakan pekerja harus dibujuk, diberikan penghargaan, diuhukum dan diawasi untuk mengubah kelakuan mereka agar sesuai dengan kebutuhan organisasi.
- kebanyakan pekerja ingin diberikn pengarahan oleh seorang manajer formal dan dimana ada kesempatan mereka berusaha untuk menghindri tnggungjawab.
Kepemimpinan Transformasional.
Kepemimpinan transformasional menunjuk pada proses membangun komitmen
terhadap sasaran organisasi dan memberi kepercayaan kepada para pengikut untuk
mencapai sasaran-sasaran tersebut. Teori transformasional mempelajari juga
bagaimana para pemimpin mengubah budaya dan struktur organisasi agar lebih
konsisten dengan strategi-strategi manajemen untuk mencapai sasaran
organisasional.
Secara konseptual, kepemimpinan transformasional di definisikan (Bass,
1985), sebagai kemampuan pemimpin mengubah lingkungan kerja, motivasi kerja,
dan pola kerja, dan nilai-nilai kerja yang dipersepsikan bawahan sehingga mereka
lebih mampu mengoptimalkan kinerja untuk mencapai tujuan organisasi. Berarti,
sebuah proses transformasional terjadi dalam hubungan kepemimpinan manakala
pemimpin membangun kesadaran bawahan akan pentingnya nilai kerja, memperluas
dan meningkatkan kebutuhan melampaui minat pribadi serta mendorong perubahan
tersebut ke arah kepentingan bersama termasuk kepentingan organisasi (Bass,
1985).
Konsep awal tentang kepemimpinan transformasional telah diformulasi
oleh Burns (1978) dari penelitian deskriptif mengenai pemimpin-pemimpin
politik. Burns, menjelaskan kepemimpinan transformasional sebagai proses yang
padanya “para pemimpin dan pengikut saling menaikkan diri ke tingkat moralitas
dan motivasi yang lebih tinggi”, seperti kemerdekaan, keadilan, dan kemanusiaan,
dan bukan di dasarkan atas emosi, seperti misalnya keserakahan, kecemburuan
sosial, atau kebencian (Burns, 1997).
Dengan cara demikian, antar pimpinan dan bawahan terjadi kesamaan
persepsi sehingga mereka dapat mengoptimalkan usaha ke arah tujuan yang ingin
dicapai organisasi. Melalui cara ini, diharapkan akan tumbuh kepercayaan,
kebanggan, komitmen, rasa hormat, dan loyal kepada atasan sehingga mereka mampu
mengoptimalkan usaha dan kinerja mereka lebih baik dari biasanya. Ringkasnya,
pemimpin transformasional berupaya melakukan transforming of visionary menjadi
visi bersama sehingga mereka (bawahan plus pemimpin) bekerja untuk mewujudkan
visi menjadi kenyataan. Dengan kata lain, proses transformasional dapat
terlihat melalui sejumlah perilaku kepemimpinan seperti ; attributed
charisma, idealized influence, inspirational motivation, intelectual
stimulation, dan individualized consideration. Secara ringkas perilaku
dimaksud adalah sebagai berikut.
Attributed charisma. Bahwa kharisma secara tradisional dipandang
sebagai hal yang bersifat inheren dan hanya dimiliki oleh pemimpin-pemimpin
kelas dunia. Penelitian membuktikan bahwa kharisma bisa saja dimiliki oleh
pimpinan di level bawah dari sebuah organisasi. Pemimpin yang memiliki ciri
tersebut, memperlihatkan visi, kemampuan, dan keahliannya serta tindakan yang
lebih mendahulukan kepentingan organisasi dan kepentingan orang lain
(masyarakat) daripada kepentingan pribadi. Karena itu, pemimpin kharismatik
dijadikan suri tauladan, idola, dan model panutan oleh bawahannya, yaitu idealized
influence.
Idealized influence. Pemimpin tipe ini berupaya mempengaruhi
bawahannya melalui komunikasi langsung dengan menekankan pentingnya
nilai-nilai, asumsi-asumsi, komitmen dan keyakinan, serta memiliki tekad untuk
mencapai tujuan dengan senantiasa mempertimbangkan akibat-akibat moral dan etik
dari setiap keputusan yang dibuat. Ia memperlihatkan kepercayaan pada
cita-cita, keyakinan, dan nilai-nilai hidupnya. Dampaknya adalah dikagumi,
dipercaya, dihargai, dan bawahan berusaha mengindentikkan diri dengannya. Hal
ini disebabkan perilaku yang menomorsatukan kebutuhan bawahan, membagi resiko
dengan bawahan secara konsisten, dan menghindari penggunaan kuasa untuk
kepentingan pribadi. Dengan demikian, bawahan bertekad dan termotivasi untuk
mengoptimalkan usaha dan bekerja ke tujuan bersama.
Inspirational motivation. Pemimpin transformasional bertindak
dengan cara memotivasi dan memberikan inspirasi kepada bawahan melalui
pemberian arti dan tantangan terhadap tugas bawahan. Bawahan diberi untuk
berpartisipasi secara optimal dalam hal gagasan-gagasan, memberi visi mengenai
keadaan organisasi masa depan yang menjanjikan harapan yang jelas dan
transparan. Pengaruhnya diharapkan dapat meningkatkan semangat kelompok,
antusiasisme dan optimisme dikorbankan sehingga harapan-harapan itu menjadi
penting dan bernilai bagi mereka dan perlu di realisasikan melalui komitmen
yang tinggi.
Intelectual stimulation. Bahwa pemimpin mendorong bawahan untuk
memikirkan kembali cara kerja dan mencari cara-cara kerja baru dalam
menyelesaikan tugasnya. Pengaruhnya diharapkan, bawahan merasa pimpinan
menerima dan mendukung mereka untuk memikirkan cara-cara kerja mereka, mencari
cara-cara baru dalam menyelesaikan tugas, dan merasa menemukan cara-cara kerja
baru dalam mempercepat tugas-tugas mereka. Pengaruh positif lebih jauh adalah
menimbulkan semangat belajar yang tinggi (oleh Peter Senge, hal ini disebut
sebagai “learning organization”).
Individualized consideration. Pimpinan memberikan perhatian pribadi
kepada bawahannya, seperti memperlakukan mereka sebagai pribadi yang utuh dan
menghargai sikap peduli mereka terhadap organisasi. Pengaruh terhadap bawahan
antara lain, merasa diperhatian dan diperlakukan manusiawi dari atasannya.
Dengan demikian, kelima perilaku tersebut diharapkan mampu berinteraksi
mempengaruhi terjadinya perubahan perilaku bawahan untuk mengoptimalkan usaha
dan performance kerja yang lebih memuaskan ke arah tercapainya visi dan misi
organisasi.
- Kepemimpinan Transaksaksional.
Pengertian kepemimpinan transaksional merupakan salah satu gaya kepemimpinan yang
intinya menekankan transaksi di antara pemimpin dan bawahan. Kepemimpinan
transaksional memungkinkan pemimpin memotivasi dan mempengaruhi bawahan dengan
cara mempertukarkan reward dengan kinerja tertentu. Artinya, dalam sebuah
transaksi bawahan dijanjikan untuk diberi reward bila bawahan mampu
menyelesaikan tugasnya sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat bersama.
Alasan ini mendorong Burns untuk mendefinisikan kepemimpinan transaksional
sebagai bentuk hubungan yang mempertukarkan jabatan atau tugas tertentu jika
bawahan mampu menyelesaikan dengan baik tugas tersebut. Jadi, kepemimpinan
transaksional menekankan proses hubungan pertukaran yang bernilai ekonomis
untuk memenuhi kebutuhan biologis dan psikologis sesuai dengan kontrak yang
telah mereka setujui bersama.
Menurut Bass (1985), sejumlah langkah dalam proses transaksional yakni;
pemimpin transaksional memperkenalkan apa yang diinginkan bawahan dari
pekerjaannya dan mencoba memikirkan apa yang akan bawahan peroleh jika hasil
kerjanya sesuai dengan transaksi. Pemimpin menjanjikan imbalan bagi usaha yang
dicapai, dan pemimpin tanggap terhadap minat pribadi bawahan bila ia merasa
puas dengan kinerjanya.
Dengan demikian, proses kepemimpinan transaksional dapat ditunjukkan
melalui sejumlah dimensi perilaku kepemimpinan, yakni; contingent reward,
active management by exception, dan passive management by exception. Perilaku
contingent reward terjadi apabila pimpinan menawarkan dan menyediakan sejumlah
imbalan jika hasil kerja bawahan memenuhi kesepakatan. Active management by
exception, terjadi jika pimpinan menetapkan sejumlah aturan yang perlu ditaati
dan secara ketat ia melakukan kontrol agar bawahan terhindar dari berbagai kesalahan,
kegagalan, dan melakukan intervensi dan koreksi untuk perbaikan. Sebaliknya,
passive management by exception, memungkinkan pemimpin hanya dapat melakukan
intervensi dan koreksi apabila masalahnya makin memburuk atau bertambah serius.
Berdasarkan uraian di atas, perbedaan utama antara kepemimpinan
transformasional dan transaksional dapat diidentifikasi yakni, bahwa inti teori
kepemimpinan transaksional terutama menjelaskan hubungan antara atasan dan
bawahan berupa proses transaksi dan pertukaran (exchanges process) yang
bersifat ekonomis, sementara teori kepemimpinan transformasional pada
hakikatnya menjelaskan proses hubungan antara atasan dan bawahan yang di dasari
nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan asumsi-asumsi mengenai visi dan misi
organisasi. Hal ini bermakna, bahwa pandangan teori kepemimpinan transaksional
mendasarkan diri pada pertimbangan ekonomis-rasional, adapun teori kepemimpinan
transformasional melandaskan diri pada pertimbangan pemberdayaan potensi
manusia. Dengan kata lain, tugas pemimpin transformasional adalah memanusiakan
manusia melalui berbagai cara seperti memotivasi dan memberdayakan fungsi dan
peran karyawan untuk mengembangkan organisasi dan pengembangan diri menuju
aktualisasi diri yang nyata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar